Wednesday, February 12, 2020

Sejarah Perlawanan Arek-Arek Surabaya


Selasa, 13 November 1945. Warga Australia mendadak heboh, karena salah satu media pers (The Morning Bulletin) di negara tersebut memberitakan bahwasannya pasukan sekutu (Inggris) yang hendak menguasai kota Surabaya pada agresi militernya, dalam tempo waktu 3 hari (10, 11, 12 November 1945) dibuat kalang kabut oleh Arek-arek Suroboyo.

Letnan Kolonel Roy yang berhasil menyelamatkan diri dan kabur ke Jakarta (12 November) mengaku belum pernah melihat pertempuran jarak dekat dengan pola pertempuran sangat sengit, arogan, bahkan teramat sulit dipetakan kekuatan pasukan tersebut, strategi perang yang tengah diperankan pun membingungkan, pertempuran di kota Surabaya pada waktu itu terlihat dahsyat dan membuat gila pasukan sekutu.

Ditulis: "Major General Mansergh Was Leading The Operation With Grim Destination". Jelas, Mayor Jenderal Sekutu merasa kepayahan dan dipaksa menyerah.

Rupanya kesombongan Mayor Jenderal Mansergh yang sebelumnya koar-koar akan menguasai kota lahirnya Arek-arek Suroboyo dalam waktu singkat, dibeli oleh Arek-arek Suroboyo dengan amukan ganas, bak harimau lapar yang hendak melalap habis mangsanya. Sang Mayor Jenderal kubu Sekutu itupun dipermalukan oleh Arek-arek Suroboyo dimata dunia, bahkan si Mayor diberi raport dengan nilai rekam jejak sejarah perang pahit dan suram.

Tak hanya itu, ternyata yang mengamuk di Surabaya, diberitakan juga dilakukan oleh kalangan perempuan. Para perempuan Surabaya seperti tidak takut mati dan malah terbilang perangainya menakutkan. Ditulis: "Indonesian Women Undercover Of Darkness, Crawled Into The Fighting Zone And Removed Their Dead".

Trah Jawa yang lahir di Surabaya baik laki-laki maupun perempuan pada saat itu bertekat membuat shock terapi pada dunia, jangan macam-macam dengan orang Jawa, karena Wong Jawa jika sudah keluar Jawanya, siapapun akan dilalap mentah-mentah. Sebagaimana filosofi Jawa: "Ngalah, Ngalih Terus Ngamuk". Awalnya mengalah, kemudian berusaha sabar sebagai upaya untuk menghindari perseteruan, namun jika kepala Wong Jawa sudah dibuat mainan, tidak ada pilihan lain, ngamuk dan perang. Wal hasil gegeran!

Pada masa itu, negara-negara sekutu kian hari semakin santer diberitakan perihal pertempuran sengit tersebut. Amukan Arek-arek Suroboyo menjadi viral, trending topiknya pasukan sekutu dibabat tanpa ampun. Ingat ya, tanpa ampun!

Pada hari Selasa, 20 November 1945, The West Australian memaparkan bahwa Arek-arek Suroboyo tatkala melawan sekutu, tak hanya berani meledakkan diri untuk meremukkan tang-tang pasukan Sekutu. Selain dari itu mereka melempari pasukan Sekutu dengan gas beracun yang jumlahnya tak terhitung. Ditengarai gas beracun itu adalah gas Chlorine yang dimasukkan pada botol beling. Sehingga membuat pasukan sekutu muntah darah ditempat dan matanya kesakitan dalam waktu sekejap. Begitulah kenekatan mereka Wong Suroboyo! Pol nekat pokoknya.

Namun sayangnya sejarah jiwa-jiwa Patriotisme, mental petarung DNA Nusantara kelahiran Surabaya ini jarang sekali diperkenalkan oleh para pakar Sejarah sejak paska Kemerdekaan, sampai masa Orde Baru hingga masa Reformasi pun sama saja, seperti angin lalu. Namun tidak bagi kalangan Santri-santri NU, yakni para penderek setia Hadratusy Syekh KH. Hasyim Asy'ari. Tahu kenapa? Karena para Santri-santri NU tahu persis bahwa pemicu amukan Arek-arek Suroboyo kala itu tidak lepas dari fatwa Resolusi Jihad yang diproklamalirkan oleh Pendiri NU (Hadratusy Syekh) bersama para Kiyai-kiyai Khos yang hidup pada zamannya.

Diriwayatkan bahwa Kongres Islam di Jogja pada tanggal 7-8 November 1945, sesungguhnya menjadi salah satu indikator kuat yang berhasil mengobarkan semangat Arek-arek Suroboyo melawan imprialis yang hendak merebut hak-hak kemerdekaan hidup di negerinya hingga titik darah penghabisan. Tanpa dibayar, suka rela, siap mati pula!!! Tolong dicatat, hingga titik darah penghabisan, tanpa dibayar, suka rela, siap mati. Musuh datang, dibayar kontan tanpa ada inisiatif tawar menawar.

Pasukan pribumi yang membabi buta itu bergerak dalam kendali para Kiyai-kiyai NU yang derajatnya sudah mencapai titik pengabdian suci pada Agama dan Negara. Para Santri-santri NU pun demikian, kala itu banyak yang gugur dalam peristiwa bersejarah tersebut.

Bung Karno semasa menjabat Presiden, pemerintahnya pernah membeberkan fakta sejarah: "The Soekarno Government Has Published Massages From The Islam Congress, Which Ia Meeting In Jogjakarta, Calling For A Moslem Holy War Against Colonial Subjugation". Namun berkali-kali sejarah monumental ini tak banyak yang mengenali, apalagi diketahui? Hampir saja tiarap digenggam bumi.

Sampailah nanti kita semua akan tersadar, ternyata jika Santri-santri Jawa dan Wong-wong Jawa sudah tandang gawe (melakukan aksinya) maka dunia pun tidak bisa lagi melemahkan apalagi memadamkan kobaran api semangat mereka, maaf tidak bisa pemirsa. Demi kedaulatan bangsa adalah nyawa taruhannya. Fakta sejarah ini pun bukan isapan jempol belaka, semua riwayat memiliki perangkat otentik yang bisa dipertanggungjawabkan kajiannya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, pertempuran sengit di kota Surabaya kala itu juga melibatkan seluruh lapisan Trah Jawa yang berasal dari luar ruas kota Surabaya. Mereka berduyun-duyun datang ikut bergabung dengan Arek-arek Suroboyo, ngamuk dan menawur pasukan sekutu dengan segenap jiwa raga. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!!!

Pungkasnya Santri dan Wong Jawa militan yang menjunjung tinggi marwah sejarah pendahulunya, pasti share tulisan ini... Ya share. Agar generasi kita tahu bahwa kota Surabaya pada tahun 45 pernah melahirkan petarung-petarung kelas kakap yang pernah menoreh catatan sejarah putih, di mata dunia. Pokoke wani, pokoke budal, auto nekat tok, titik tanpa koma. (Fakta Milenia)

Load comments