Para empu keris sejak abad 12-13 diyakini telah mengenal tentang meteor. Tidak hanya itu mereka juga diyakini telah menggunakan meteor sebagai bahan pembuat keris, tombak, dan pedang.
Dipilihnya meteor oleh para empu keris, disebabkan di dalam meteor mengandung unsur titanium. Belakangan titanium digunakan sebagai bahan pelapis peluru kendali antar benua, roket angkasa luar dan berbagai perlengkapan kendaraan luar angkasa.
Titanium adalah jenis unsur logam yang amat keras, tahan karat, tahan panas dan warnanya putih mengkilat keperakan. Diperkirakan sejak abad ke 12-13 empu-empu di Pulau Jawa telah menggunakan titanium sebagai bahan pembuatan pusaka. Mereka mendapatkan unsur titanium itu dari batu bintang atau batu meteor yang jatuh ke bumi.
Titanium memang memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan besi atau logam lainnya. "Berat jenisnya 4,5 karena titik didihnya yang amat tinggi, pada batu meteor yang jatuh ke bumi kandungan titanium masih cukup banyak dan tahan terhadap oksidasi alam. Menariknya para empu saat itu tidak berpikir jauh soal titanium, namun mereka hanya paham keunggulan bahan tersebut.
Keberadaan unsur titanium dalam pamor keris dan tombak serta tosan aji lainnya yang dibuat di pulau Jawa baru diketahui pada tahun 1983, setelah tiga orang sarjana fisika nuklir Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Yogyakarta yakni Haryono Arumbinang MSc, Dr Sudyartomo Suntono dan Dr Budi Santoso mengadakan penelitian dengan metode dan peralatan mutakhir.
Dari penelitian tersebut bahan meteor dalam hal ini titanium yang paling banyak adalah keris-keris di era Mataram Sultan Agung sekitar abad ke-16. Tapi jangan salah di era Majapahit empu-empu di masa itu telah menggunakan bahan meteor sebagai bahan keris. Sebab keris-keris Majapahit dikenal sebagai keris yang sangat ringan dan pamornya akhodiyat/deling (indah dan terkesan timbul).
Pertanyaan besarnya adalah dari mana para empu-empu mendapatkan meteor sebagai bahan material keris, tombak dan pedang. Para empu jaman dulu suka melekan (tirakatan) dan banyak melihat langit, di saat ada batu meteor jatuh maka mereka memburunya pencarian melalui metode penyelarasan dengan alam/ transformasi alam. Metode meditasi atau lelaku bagi para empu di Jawa adalah suatu metode konvensional untuk mendeteksi dan memilih logam.
Langkah itu dilakukan karena mereka meyakini selain memiliki kandungan yang hebat, bahan dari langit tersebut memiliki kekuatan alam yang luar biasa.
Empu Keris di Jawa zaman dahulu memiliki kelebihan sudah bisa memilih dan serta menentukan 19 jenis logam terbaik sebagai bahan untuk dibuat keris dan 17 jenis besi yang kurang baik sebagai bahan membuat keris.
Para empu diyakini tidak sulit mencari batu meteor mengingat Jawa tercatat sering kejatuhan meteor. Dalam Catalogue of Meteorites dijelaskan, pernah jatuh meteorit Jatipengilon di Alastoewa, Madiun pada 19 Maret 1884. Berat meteor Jatipengilon mencapai 166 kg. Saat jatuh, meteor Jatipengilon melesak tiga meter ke dalam bumi.
Dari data Javier de la Torre, cofounder Vizzuality dan CartoDB, didapat peta intensitas jatuhnya meteor di bumi. Dari peta tersebut terlihat Pulau Jawa kerap menjadi lokasi jatuhnya meteor.