Pada pukul 05.30 pagi tanggal 3 Juli 1946 sebuah mobil gerobak dengan beberapa prajurit pimpinan Mayor A.K. Joesoef berparkir di halaman kediaman Mr. Amir Sjariffudin dengan maksud menculik Menteri Pertahanan kita. Melihat gelagat yang tidak baik, Bung Amir masuk ke dalam ruang kemudi truk dan berhasil memaksa pengemudi melarikan kendaraan itu ke istana kepresidenan di Jalan Malioboro. Melihat truk itu kencang berpacu, yang lain berusaha mengejarnya, tetapi rupanya truk yang ditumpangi menteri pertahanan itu lebih cepat.
Pada pukul 07.00 pagi Jenderal Mayor Soedarsono, Panglima Divisi III Jogjakarta, Soenarjo, Mohammad Saleh, Muhammad Yamin dan Soebardjo serta Iwa Koesoemasoemantri tiba di Istana Kepresidenan. Di Istana telah siap Wakil Presiden dan Menteri Pertahanan. Panglima Divisi diperkenankan menghadap Presiden RI setelah terlebih dulu senjata genggamnya dilucuti. Atas pertanyaan Presiden Soekarno tentang maksudnya datang pagi hari itu, dijawab oleh Mayjen. Soedarsono bahwa atas nama Panglima Besar (padahal Pak Dirman tidak tahu menahu soal ini) akan menyerahkan konsep maklumat agar ditandatangani oleh Presiden RI, yang pokok-pokok isinya adalah sebagai berikut:
(1) Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir.
(2) Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik.
(3) Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).
(4) Presiden mengangkat 13 menteri negara (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).
Beberapa saat kemudian tiba beberapa orang oposan lain di istana, memasuki sebuah ruangan yang dijaga ketat. Dari pihak pemerintah tiba juga PM Sjahrir dan KSU Letjen Oerip Soemohardjo.
Tetapi Presiden Sukarno tidak menerima maklumat tersebut. Pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta rekannya ditangkap.
Pada pukul 11.00 tanggal 3 Juli 1946 pemerintah berketetapan mengambil tindakan kepada para para pemakar itu.
Setelah itu pemerintah mengeluarkan pengumuman resmi tentang adanya upaya “coup d’etat’ yang gagal yang disusun oleh Wakil Presiden M. Hatta dan Menteri Penerangan Moh. Natsir. Di dalam keterangan pemerintah antara lain dijelaskan bahwa komplotan untuk mendudukkan “Presiden Tan Malaka” menjadi Kepala Negara RI telah bermula sejak tanggal 31 Oktober 1945, sejak seorang pemuda pengagum Tan Malaka datang kepada wapres Hatta dan mengusulkan supaya Bung Karno diganti saja dengan Tan Malaka, sebab menurut anggapannya jiwa Tan Malaka lebih cocok dengan revolusi Indonesia sekarang.
Percobaan perebutan kekuasaan Presiden Soekarno yang terjadi di Yogyakarta. Bermula dari sikap kelompok Persatuan Perjuangan yang menjadi oposisi dan tidak menyetujui politik diplomasi (perundingan) yang ditempuh Kabinet Sjahrir. Kelompok ini tidak puas terhadap nota jawaban Sjahrir kepada Belanda yang hanya menuntut pengakuan kedaulatan RI secara de facto atas Jawa dan Madura. Kelompok Persatuan Perjuangan menuntut kedaulatan RI 100 persen (kedaulatan penuh).
Ketegangan antara Kabinet Sjahrir dan kelompok oposisi semakin meruncing. Rencana kudeta dilancarkan kelompok Persatuan perjuangan dengan cara menculik anggota-anggota Kabinet Sjahrir telah diketahui oleh pemerintah.
Pada tanggal 23 Maret 1946, tokoh-tokoh kelompok Persatuan Perjuangan, antara lain Tan Malaka. Mr. Subardjo, dan Sukarni, serta beberapa tokoh lainnya, ditangkap. Tetapi usaha kudeta tetap saja berjalan.
Tanggal 27 Juni 1946 terjadi penculikan atas diri Perdana Menteri Sjahrir, Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo, dan beberapa tokoh kabinet lainnya. Keadaan semacam ini sangat membahayakan negara sehingga tanggal 28 Juni 1946, Indonesia dinyatakan dalam keadaan bahaya. Tanggal 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan kepada Presiden Sukarno.
Berkat imbauan Presiden Sukarno dengan pidatonya yang dipancarkan melalui radio, kelompok yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Sjahrir dibebaskan. Meskipun demikian, usaha kudeta terus saja terjadi.
Empat belas orang yang diduga terlibat dalam usaha kudeta diajukan ke depan Mahkamah Tentara Agung. Tujuh terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dalam persidangan pengadilan tersebut, selain Mayor Jenderal Sudarsono, Mr. Muhammad Yamin juga dipersalahkan memimpin percobaan kudeta. Mereka kemudian dijatuhi hukuman empat tahun. Lima terdakwa lainnya dihukum 2-3 tahun.
Tetapi mereka semuanya dibebaskan dengan grasi Presiden Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1948, pada peringatan hari proklamasi yang ketiga.
Sumber buku Jenderal Soedirman