Banjir Jakarta memiliki sejarah panjang. Tercatat bahkan tahun 1878, di Jakarta yang ketika itu masih bernama Batavia sudah terjadi banjir dikarenakan hujan selama 40 hari tidak berhenti-henti.
Hampir setiap tahun di Batavia terjadi banjir, dalam catatan:
- Januari - Februari 1918 di Kampung tanah tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang terjadi banjir karena selokan terlalu kecil dan meluapnya Sungai Ciliwung.
- Kemudian tahun 1919, 1923, Desember 1931, Januari 1932, Maret 1933 banjir kembali berulang.
Dikatakan di sana karena sering berulang inilah maka warga Batavia telah menganggap banjir sebagai hal yang wajar. Yang menarik dicatat di sini adalah antara 1892 - 1918 daerah kota lama jarang banjir, hal ini menunjukkan drainase kota di kota lama Batavia lebih baik
- Demikian juga setelah kemerdekaan, Januari 1952, 1953, November 1954, 1956, banjir kembali melanda Jakarta sampai ada karikatur untuk banjir berulang ini.
- Tahun 1950 - 1960 tercatat banjir terjadi di daerah Sungai Ciliwung hilir. Tercatat pada bulan Februari 1960 Jakarta mengalami banjir besar, paling parah terjadi di daerah Grogol. Selama ini banjir hanya ditangani oleh masyarakat, baru tahun 1963 masalah banjir ditangani oleh tim khusus bentukan pemerintah.
- Periode tahun 1960 - 1970 daerah banjir semakin meluas dan penduduk yang tinggal di bantaran sungai semakin banyak. Ditengarai antara tahun 1970 - 1980 siklus banjir semakin pendek, artinya banjir semakin sering terjadi.
- Tahun 1976 di zaman gubernur Ali Sadikin, terjadi banjir hebat, hingga wakil gubernur A Wiriadinata sampai bermalam di pintu air Manggarai. Dan pada saat itu, walikota Jakarta Pusat melaporkan hampir 8 hektar wilayahnya terendam banjir.